Sabtu, 13 Mei 2017

Sejarah Peradaban Islam (Islam di Spanyol)

Islam di Spanyol: Jembatan Peradaban Islam ke Benua Eropa dan Pengaruhnya Terhadap Renaissance


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol di Eropa banyak menimba Ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi  Islam di sana. Islam menjadi guru bagi orang-orang Eropa.  Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian pemakalah untuk mengetahui lebih jauh tentang peradaban Islam di Spanyol.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan peradaban Islam di Spanyol?
2.      Bagaimana pengaruh peradaban Islam terhadap benua Eropa?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui perkembangan dan peradaban Islam di Spanyol.
2.      Untuk mengetahui tentang pengaruh peradaban Islam terhadap benua Eropa.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abd Al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man Al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Marokko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan , sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.

Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid).[1] Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam memulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.[2] Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[3]

Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[4] Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Rederick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (ibu kota kerajaan Goth saat itu).[5] Sebelum Thariq menaklukan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.

Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan serta mengalahkan penguasa kerajaan Ghotic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.[6]
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan. Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri yang berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi dalam beberapa negara kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.[7]
Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerjaan Gothic itu berdiri. Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat Spanyol. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tatapi, setelah Spanyol berada dalam kekuasaan kerajaan Goth perekonomian lumpuh dan kesejahteraan rakyat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.[8]
Adapaun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri.[9] Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukan pada tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.[10]
B.     PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL
Sejak pertama kali menginjakan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
1.      Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna,gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa, merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan sering terjadi perang saudara.[11]
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
2.      Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd Al-Rahman Al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam penegakan hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memperkasai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.[12]
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9, stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari Kesyahidan.[13] Namun, Gereja Kristen lainnya diseluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen.
3.      Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Al- Rahman III yang bergelar “An-Nasir sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman Al- Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dari pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.[14]
Awal dari kehancuran Khalifah Bani Umayah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu, kekuasaan aktual berada pada tangan para penjabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi’ Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan saingan-saingan  dan rekan-rekannya. Atas keberhasilannya, ia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002M dan digantikan oleh anaknya Al-Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya, pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan Khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[15]
4.      Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada peroide ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik tidak stabil, namun, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungandari suatu istana ke istana lain.[16]
5.      Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahiddun (1146- 1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam pada saat itu yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya masuk ke Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilla. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir dan digantikan dengan dinasti Muwahiddun, pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahiddun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd Al Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, Granada, jatuh kebawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mendur. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahiddun mengalami keambrukan.[17]
6.      Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232- 1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam merebutkan kekuasaan.[18] Dan hal ini dapat di manfaatkan dengan baik oleh umat Kristen untuk kembali merebut kekuasaan terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, umat Islam setelah itu dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah itu.[19]
C.    KEMAJUAN PERADABAN
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
1.      Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al- Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih menetang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[20]
Kemajuan intelektual di Spanyol meliputi bidang keilmuan Filsafat, Sains, Fiqih, Musik dan Kesenian, Bahasa dan Sastra.
a.      Filsafat
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.[21]
b.      Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[22] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqashad terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas daro Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.[23]
c.       Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.[24]




d.      Musik dan kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara. Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkannya kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[25]
e.       Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.[26]
2.      Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Demikian juga dibidang pertanian. Umat Islam juga memperkenalkan sistem irigasi dalam pertanian yang sebelumnya belum pernah dikenal. Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.
Industri disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.[27]
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiran, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.[28]
3.      Faktor-faktor pendukung kemajuan
Spanyol Islam, kemajuan sangat ditentukan oleh adanya peguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman, Al-Wasith dan Abd Al-Rahman Al-Nasir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mampu mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).
Meskipun ada persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke 11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[29]
Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan Islam Spanyol. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Seville, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.[30]




D.    PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
1.      Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Oleh karena itu, secara tidak langsung kehadiran orang Arab Islam di Spanyol telah membuat rasa kebangsaan Spanyol Kristen meningkat. Dan ini menyebabkan sering terjadinya pertentangan antara Islam dan Kristen. Sehinggan di abad ke 11 M umat Islam mengalami kemunduran akan tetapi sebaliknya bagi umat Kristen yang mengalami kemajuan pesat.
2.      Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad 10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampa besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukan tidak ada ideologi yang dapat memberikan makna pemersatu, di samping itu kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3.      Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.

5.      Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain, selalu berjuang sendirian, tanpa mendapatkan bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[31]
E.     PENGARUH PERDABAN SPANYOL ISLAM DI EROPA
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang penting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di sampin bangunan fisik.[32] Yang terpenting di antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berfikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroisme yang menuntut kebebasan berfikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroisme ini.
Berawal dari gerakan Averroisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke 17 M.[33] Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Vinesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke 16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Atrasbourg, dan di awal abad ke 17 M di Jenewa.[34]
Pengaruh peradaban Islam termasuk didalamnya pemikiran Ibn Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan Islam. Pusat penerjamahan iru sendiri berada di Toledo. Setelah pulan ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.[35]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke 12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke !4 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[36]
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke 14 M ysng bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke 16 M, rasionalisme pada abad ke 17 M dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke 18 M.[37]



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebelum Islam masuk ke Spanyol, banyak terjadi kekacauan oleh kerajaan Gotic yang memaksa umat yahudi untuk di baptis. Hal ini membawa dampak perpecahan yang sangat signifikan diantara bangsa Spanyol itu sendiri. Keadaan ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh umat Islam dalam penaklukannya ke Spanyol. Dengan datangnya Islam ke Spanyol dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Spanyol karena Islam membebaskan mereka untuk memeluk agama yang mereka yakini.
Masuknya Islam ke Spanyol diawali oleh tiga pahlawan, mereka yaitu, Tharif, Thariq dan Musa yang melakukan ekspansi dengan melakukan penyeberangan melalui selat diantara Maroko dan Eropa. Dan mereka berhasil menguasai Spanyol, kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak sangat begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Masuknya Islam ke Eropa membawa dampak kemajuan yang sangat pesat dalam peradaban, antara lain kemajuan intelektual dan kemegahan bangunan. Banyak sekali manfaat yang didapat oleh peradaban Islam di Spanyol pada masa itu. Orang-orang Arab banyak memperkenalkan hal-hal tentang pembangunan baru yang belum mereka temui sebelumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin. Riwayat Hidup Ibn Rusyd. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Arnold, W. Thomas. Sejarah Da’wah Islam. Jakarta: Wijaya, 1983.
Badi’, Luthfi Abd Al. Al-Islam fi Isbaniya. Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1969.
Bertens,  K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1986.
Brockelmaan, Carl. History of the Islamic Peoples. London: Rotledge & Kegan Paul, 1980.
Bury, J. B. Sejarah Kemerdekaan Berfikir. Jakarta: P.T Pembangunan, 1963.
Fakhri, Majid. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.
Hitti, K. Philip. History of the Arabs. London: Macmillan Press, 1970.
Imaduddin, S. M. Muslim Spain: 711-1492 A. D.,. Leiden: E. J. Brill, 1981.
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985.
Poeradisastra, S. I. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern. Jakarta: P3M, 1986.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983.
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al- Hadharah al-Islamiyah. Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1978 M.
Wassenstein, David. Politics and Society in Islamic Spain: 1002-1086,. New Jersey: Princeton University Press, 1985.
Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Zaidan, Jurji. Tarikh al-Tamaddun al-Islami. Kairo: Dar Al-Hilal, t.th.


  




[1]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II (Cet. I, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983), hlm. 154. 
[2]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 158.
[3]Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: Macmillan Press, 1970), hlm. 493.  
[4]Carl, Brockelmaan, History of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul, 1980), hlm. 83.  
[5]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 161.
[6]Carl, Brockelmaan, History of the Islamic Peoples, hlm. 14.
[7]Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983), hlm. 118
[8]S. M. Imaduddin, Muslim Spain: 711-1492 A. D., (Leiden: E. J. Brill, 1981), hlm. 13.
[9]Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, hlm. 125.
[10]Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, hlm. 120.
[11]David Wassenstein, Politics and Society in Islamic Spain: 1002-1086, (New Jersey: Princeton University Press, 1985), hlm. 15-16.
[12]Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al- Hadharah al-Islamiyah, Jilid IV, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1978 M), hlm 41-50.
[13]Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, Juz III, (Kairo: Dar Al-Hilal, t.th), hlm.200.
[14]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo), hlm. 97.
[15]W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm. 217-218.
[16] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 98.
[17] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 76.
[18] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 99.
[19] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid II (Cet. V, Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 82. 
[20]Luthfi Abd Al-Badi’, Al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1969), hlm. 38.
[21] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 101.
[22]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 86.
[23]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 102.
[24]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 103.
[25]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 88.

[26]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 103.
[27]S. M. Imaduddin, Muslim Spain: 711-1492 A. D., hlm. 79.
[28]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 104. 
[29]Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm. 356.
[30]Luthfi Abd Al-Badi’, Al-Islam fi Isbaniya, hlm 10.
[31]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 108.
[32] Philip K. Hitti, History of the Arabs, hlm. 526-530.
[33]S. I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, cet II, (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 67.
[34] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 109.
[35]Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 148-149.
[36]K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, cet V (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 32.; J. B. Bury, Sejarah Kemerdekaan Berfikir, (Jakarta: P.T Pembangunan, 1963), hlm. 63-82. 
[37]S. I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, cet II, hlm. 77.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Poligami dalam Islam

POLIGAMI DALAM ISLAM PERSPEKTIF KESEHATAN REPRODUKSI DAN MASLAHAH MURSALAH A.     Latar Belakang Poligami merupakan masalah yang sering...